Bangunan di Kawasan Resapan Air
Cisarua Akan Ditertibkan
Puncak -Hingga
saat ini 124 bangunan mewah di kawasan resapan air yang ada disejumlah desa di
Kecamatan Cisarua, Bogor, Jawa Barat masih bertengger.
Keberadaan bangunan yang
ditenggarai milik sejumlah pejabat dan mantan pejabat hingga itu, hingga saat
ini belum tersentuh.
Sebut saja sebuah bangunan yang diduga milik Jenpembangunan dral Purnawirawan Wiranto, di Kampung Citamiang Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Padahal diawal 2009, Menteri Lingkungan Hidup sempat meninjau ke lokasi tersebut dan meminta aparat Pemerintah Kabupaten Bogor untuk segera menertibkan bangunan tersebut.
Tidak hanya itu Menteri juga meminta supaya bangunan yang ada lainnya ditertibkan. Tak urung untuk mewujudkan instuksi menteri, Pemerintah Bogor menggunakan peralatan cangih Global Potitioning System, untuk mengidentifikasi bangunan mana saja yang berada di kawasan hutan lindung.
“Biar akurat bangunan mana saja yang menyalahi aturan, kita gunakan GPS,” ujar Dinas Cipta Karya dan Pemukiman Kabupaten Bogor, Masan Djajuli. Kenyataannya, hingga saat ini tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan Pemerintah Bogor untuk menindak lanjuti permintaan Menteri Lingkungan Hidup.
Tidak hanya vila milik Wiranto, nama mantan petinggi pemerintahan lain yang memiliki bangunan di wilayah kawasan resapan air adalah Abdul Latief di Desa Kopo, Hamzah Haz di Desa Jogjogan, Umar Wirahadi Kusuma di Cilember, serta puluhan bangunan lainnya, yang tampak kokoh berdiri.
Hal lain yang membuat terganggunya fungsi resapan ai di kawasan Puncak adalah kehadiran sejumlah pemukiman baru seperti di Desa Cibeureum dan Desa Sawah Lega, yang saat ini tengah diratakan dan akan dijadikan pemukiman. Padahal tempat tersebut tepat di kawasan perbukitan.
Pasalnya jalan masuk ke vila dilapisi aspal atau semen, menghambat resapan air di kawasan Puncak. Air mengalir tidak lagi ditempat yang seharusnya. Sungai-sungai kecil yang menjadi anak sungai Ciliwung seperti sungai Cisarua ataupun Ciesek kerap mengalami kekeringan pada musim kemarau dan air bah pada musim penghujan.
Sejak setahun terakhir ini, upaya penertiban yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor hanya sebatas perencanaan, belum hingga penertiban. “Tanggal tiga lalu kita melakukan surfei terakhir serang masih dalam tahap pembahasan,” ungkap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Yasin Zaenal ketika dihubungi Senin (7/12).
Yasin berjanji pihaknya akan menertibkan bangunan ratusan liar itu pada Desember ini. “Tunggu saja, paling lambat akhir desember penertiban sudah selesai dilakukan,” janji Yasin.
Sumber : TEMPO.CO
Sebut saja sebuah bangunan yang diduga milik Jenpembangunan dral Purnawirawan Wiranto, di Kampung Citamiang Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Padahal diawal 2009, Menteri Lingkungan Hidup sempat meninjau ke lokasi tersebut dan meminta aparat Pemerintah Kabupaten Bogor untuk segera menertibkan bangunan tersebut.
Tidak hanya itu Menteri juga meminta supaya bangunan yang ada lainnya ditertibkan. Tak urung untuk mewujudkan instuksi menteri, Pemerintah Bogor menggunakan peralatan cangih Global Potitioning System, untuk mengidentifikasi bangunan mana saja yang berada di kawasan hutan lindung.
“Biar akurat bangunan mana saja yang menyalahi aturan, kita gunakan GPS,” ujar Dinas Cipta Karya dan Pemukiman Kabupaten Bogor, Masan Djajuli. Kenyataannya, hingga saat ini tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan Pemerintah Bogor untuk menindak lanjuti permintaan Menteri Lingkungan Hidup.
Tidak hanya vila milik Wiranto, nama mantan petinggi pemerintahan lain yang memiliki bangunan di wilayah kawasan resapan air adalah Abdul Latief di Desa Kopo, Hamzah Haz di Desa Jogjogan, Umar Wirahadi Kusuma di Cilember, serta puluhan bangunan lainnya, yang tampak kokoh berdiri.
Hal lain yang membuat terganggunya fungsi resapan ai di kawasan Puncak adalah kehadiran sejumlah pemukiman baru seperti di Desa Cibeureum dan Desa Sawah Lega, yang saat ini tengah diratakan dan akan dijadikan pemukiman. Padahal tempat tersebut tepat di kawasan perbukitan.
Pasalnya jalan masuk ke vila dilapisi aspal atau semen, menghambat resapan air di kawasan Puncak. Air mengalir tidak lagi ditempat yang seharusnya. Sungai-sungai kecil yang menjadi anak sungai Ciliwung seperti sungai Cisarua ataupun Ciesek kerap mengalami kekeringan pada musim kemarau dan air bah pada musim penghujan.
Sejak setahun terakhir ini, upaya penertiban yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor hanya sebatas perencanaan, belum hingga penertiban. “Tanggal tiga lalu kita melakukan surfei terakhir serang masih dalam tahap pembahasan,” ungkap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Yasin Zaenal ketika dihubungi Senin (7/12).
Yasin berjanji pihaknya akan menertibkan bangunan ratusan liar itu pada Desember ini. “Tunggu saja, paling lambat akhir desember penertiban sudah selesai dilakukan,” janji Yasin.
Sumber : TEMPO.CO
Kesimpulan : memang alangkah baiknya jika di buat pembangunan resapan air karena vila-vila yang dibangun di puncak sebenarnya salah. Vila-vila tersebut dapat mengganggu resapan air,akibatnya sering terjadi kekeringangan di daerah tersebut dan seharusnya pemerintah itu dan orang-orang yang beruang itu peka puncak bukan ajang membangun" vila demi kekayaan sendiri tapi pikirkan nasib lingkungan kedepannya .