BEBERAPA
PEMIKIRAN MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA DIBIDANG
EKONOMI
DAN KEUANGAN DILUAR PENGADILAN
Identitas Pengarang :
-Prof. Dr. Mariam Darus, SH.
ISI :
Undang-undang tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor
14 Tahun 1970 (UU Pokok Kekuasaan
Kehakiman) menyerahkan kekuasaan kehakiman
pada Badan Peradilan, yaita
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan
peradilan tata usaha negara yarag
masing-masing diatur dalam undang-undang
tersendiri.
UU ini menentukan pula bahwa
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (Out of
Court Settlement
(OCS))
atas dasar perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan, akan
tetapi putusan arbiter hanya
mempuyai kekuatan eksekutorial setelah izin atau perintah
untuk eksekusi (executoir)
dari Pengadilan (Ps. 3 ayat (I) UU Pokok Kekuasaan
Kehakiman).
Penyelesaian sengketa melalui
perdamaian berakar dalam budaya masyarakat.
Dilingkungan masyarakat adat
(tradisional) dikenal runggun adat, kerapatan adat,
peradilan adat atau peradilan
desa. Lembaga musyawarah, mufakat dan tenggang rasa
merupakan falsafah negara yang
digali dari hukum adat, dipratekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Hukum positif mengatur perdamaian
ini didalam pasal 130 ayat (1) HIR. Dikatakan
bahwa perdamaian boleh dilakukan
antara para pihak yang bersengketa dan perdamaian
itu dituangkan dalam akte
perdamaian, yang mempunyai kekuatan hukum tetap seperti
putusan hakim dan bersifat final,
artinya tidak boleh dilakukan banding atau kasasi.
Didalam perjalanan waktu, ikatan
kekeluargaan yang berdasarkan paguyuban
(gemeenschappelijke
verhoudingen) memudar dan berkembang kearah masyarakat yang
peternbayan (zakelijke
gemeenschap) dimana perhitungan untung rugi lebih menonjol,
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL KE
VIII, Bali, tanggal 14 s/d 18 Juli 2003.
maka lembaga peradilan dijadikan
wadah untuk menyelesaikan sengketa, karena
perangkat hukum yang tersedia
telah memperoleh bentuk yang lengkap dan sempurna.
Namun dilingkungan masyarakat
pedagang yang membutuhkan gerak cepat, terlibat
dalam hubungan-hubungan global,
maka perhitungan untung rugi terjadi dalam momenmomen
dalam hitungan detik, bukan jam,
hari dan bulan serta perhitungan biaya menjadi
unsur penting, maka jika timbul
sengketa dibutuhkan penyelesaian yang dan tepat serta
dapat dilaksanakan (eksekusi).
Memasuki era globalisasi dirasakan kebutuhan untuk
meningkatkan kesejahteraan
melalui perbaikan perangkat hukum dalam bidang ekonomi
keuangan beserta penyelesaian
sengketa yang timbul daripadanya sangat mendesak dan
karena itu perlu disempurnakan.
B. PENYELESAIAN
SENGKETA BERDlMENSI HUKUM PERDATA
I. Arbitrase dan
APSU
Pada tahun 1999 dengan UU Nomor
30 Tahun 1999 telah diundangkan UU Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APSU). UU ini adalah pembaharuan dari pasal
615 sampai dengan pasal 651
Reglemen Acara Perdata (Reglement op de
Rechtsvoredering.
Staatblad 1847
: 52) dan pasal 377 Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (Het Herziene
lndonesisch Reglement, Staatblad 1941 : 44 dan pasal 705
Reglement acara untuk daerah Luar
Jawa dan Madura (Rechtsreglement Bujtenewesten,
Staatblad 1927: 227)
UU Arbitrase dan APSU Nomor 30
Tahun 1999 merupakan aturan pokok dari APSU.
Menurut Penulis, Arbitrase adalah
salah satu bentuk dari APSU. Lembaga Arbitrase
disebutkan di dalam UU itu,
karena sudah mempunyai bentuk tertentu dan pasti yang
dituangkan secara khsusus. APSU
adalah pengertian genus, yang didalam UU itu disebut
konsukasi, negosiasi, konsiliasi dan
negosiasi. APSU hanya diatur di dalam 1 (satu)
ketentuan, yaitu Pasal 6 tanpa
Penjelasan. APSU ini masih mencari bentuk yang kokoh
yang memberikan kepastian hukum.
Bagaimana operasional / teknis proses APSU masih
dalam perkembangan dan hal ini
tidak memadai dan tidak akan menjadi pilihan, jika
dibiarkan hanya pada kebiasaan
dan praktek. Untuk itu perlu dipikirkan untuk membentuk
Lembaga APSU yang setara dengan
Lembaga Arbitrase seperti BANI dan BAMUI.
II. Penyelesaian
Sengketa Berdimensi Hukum Perdata Dalam Undang-Undang
Khusus.
Disamping UU Pokok itu terdapat
sejumlah undang-undang yang mengatur Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS) untuk bidang-bidang tertentu. Jika di dalam
bidang-bidang itu terjadi
sengketa maka para pihak yang bersengketa wajib menempuh
penyelesaian yang diatur oleh UU
itu (compulsory dispute resolution). UU itu adalah
sebagai berikut:
1) Arbitrase, mediasi dan lembaga
penyelesaian perselisihan industrial (UU tentang
Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun
1997);
2) Arbitrase dan musyawarah untuk
mencapai mufakat diantara para pihak yang
berselisih (UU tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 32 Tahun 1997);
3) Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (UU tentang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999);
4) Penggunaan jasa pihak ketiga
yang disepakati para pihak yang dibentuk
masyarakat jasa konstruksi atau
Pemerintah (UU tentang Jasa Konstruksi Nomor
18 Tahun 1999);
5) Penggunaan jasa pihak ketiga
yang dapat dibentuk oleh masyarakat atau
Pemerintah yaitu lembaga penyedia
jasa pelayanan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup (UU tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun
1997);
6) Arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa (UU tentang Merek Nomor 15
Tahun 2001);
7) Komisi Pengawas Persaingan
Usaha untuk menyelesaikan sengketa dalam
praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat (UU tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Nomor 5 Tahun 1999)
Dengan adanya UU diatas, maka
ruang lingkup UU Arbitrase dan APSU menjadi
lebih sempit penggunaannya karena
sengketa yang terjadi didalam bidang-bidang
tersebut diatas wajib
diselesaikan menurut UU itu (Compulsory Dispute Resolution).
C. PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI DAN KEUANGAN BERDIMENSI HUKUM
PUBLIK
Di bidang ekonomi dan keuangan
penyelesaian sengketa diselesaikan melalui
lembaga-lembaga khusus sebagai
berikut :
1. Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN) / Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN) ditemukan dalam UU
Nomor 49 Prp 1960;
2. Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) ditemukan dalam UU Nomor 10
Tahun 1998 jo. PP Nomor 27 Tahun
1999 tentang BPPN;
3. Bapepam ditemukan dalam UU
Nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal.
UU diatas mengandung karakter APS
yang berbeda dengan karakter APSU yang
berbentuk Arbitrase dan bukan
Arbitrase (konsultasi, negosiasi, konsiliasi, mediasi). Hal
ini lebih jauh akan dianalisa
kemudian.
D. ARBITRASE
1. Definisi
Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sangketa perdata diluar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa (Ps.1 ayat (1)).
Dalam Ps. 5 ayat (1) ditentukan bahwa sengketa yang
dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan
mengenai hak menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya
oleh pihak yang bersengketa.
Para pihak adalah subyek hukum baik menurut hukum
perdata maupun publik.
DAFTAR PUSTAKA
Mantayborbir SH., M.H., et al. Pengurusan Piutang Negara Macet pada PUPN/BPUPLN,
Pustaka Bangsa Press, 2001
---------. Hukum piutang dan lelang negara di Indonesia.
Mariam Darus, S.H., Prof. Dr. et al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, 2001
---------. Perjanjian Kredit Bank, Alumni, 1978
---------. Aneka Hukum Bisnis, Alumni, 1994
Pusat Pengkajian Hukum & Mahkamah Agung. Perjanjian-Perjanjian Dalam Rangka
Restrukturisasi, Lokakarya Terbatas, Juli 2002
Remy Sjahdeini. S.H., Prof. Dr. Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, 2002
Romli Atmasasmita. S.H., LL.M., Prof. Dr. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Prenada
Media. 2003
JUDUL KELOMPOK : PENYELESAIAN SENGKETA
NAMA KELOMPOK :
1. ANNISAA EL HUSNA A (20212986)
2. EKA ERNAWATI (22212401)
3. FITRIYAH (23212020)
4. SYAHRUL RAMADHAN (27212242)
KELAS : 2EB12
0 komentar:
Posting Komentar